view of Pacet Village

19 Januari 2011

review buku

                          Negeri 5 Menara

Negeri 5 Menara (Paperback) by Ahmad Fuadi
by : Ahmad Fuadi

Ahmad Fuadi bercerita tentang kehidupan di sebuah Pondok Pesantren yaitu Pondok Madani, dalam buku ini cerita dituturkan oleh Alif Fikri, seorang remaja dari Minangkabau tepatnya dari sebuah desa di dekat Danau Maninjau Sumatra Barat.

Alif  pada awalnya memilih dengan setengah hati untuk belajar di Pondok Pesantren karena sebetulnya dia ingin melanjutkan sekolah ke SMA, tapi  akhirnya dapat meleburkan diri dengan warna-warni kehidupan di Pondok bersama dengan kelima sahabatnya :  Baso, Said , Radja, Atang dan Dulmajid, yang berasal dari berbagai daerah . Mereka melalui kehidupan di Pondok dalam suka, duka dengan semangat yang luar biasa.Di bawah menara masjid dengan melihat awan yang berarak mereka sering memimpikan masa depan masing-masing.
Sistem belajar mengajar dan kegiatan di Pondok sangat padat dan penuh disiplin tapi terasa penuh kekeluargaan dan saling menolong , tidak hanya sesama santri para ustad pun  selalu siap sedia membantu setiap kesulitan muridnya baik dalam hal pelajaran maupun yang bersifat pribadi. Bahkan ada ustad-ustad yang mempunyai keahlian untuk memotivasi murid-murid yang sedang down atau putus asa menjadi bersemangat kembali. Ustad-ustad ini biasa dipanggil seagai 'ahli setrum'.

Kunci dari semua pelajaran yang selalu ditanamkan pada murid-murid di Pondok  adalah :

- Kombinasi dari;  niat ikhlas, kerja keras, doa dan tawakal,
- Berjuang dengan usaha di atas rata-rata yang dilakukan orang lain,
-  yang terpenting 'mantera' :Man jadda Wajada  yang artinya  'Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil '

Kehidupan di Pondok Pesantren dikisahkan dengan cukup lancar, narasinya tentang keadaan dan kehidupan di Pondok sangat bagus, walaupun terasa kurang greget karena tidak muncul konflik yang tajam, sehingga dipertengahan agak membosankan tapi selanjutnya cukup menarik dan dapat membuka mata kita tentang pendidikan yang menjadikan murid tidak hanya sebagai objek tapi sekaligus subjek yang berperan dalam kelangsungan pondok. Hal yang menarik adalah 'rasa aman' bagi murid yang tidak mampu secara ekonomi karena bila telah diterima menjadi santri, uang tidak dipersoalkan selama dia masih mau belajar. Sistem subsidi silang ditambah kemandirian Pondok dalam sumber dan pengelolaan keuangan sangat luarbiasa dan patut dijadikan contoh.

Adalagi yang membuat nilai plus secara subjektif , yaitu adanya kesamaan-kesamaan dalam cerita ini dengan kenyataan dalam hidupku  :D    :

- (hal. 310 ).. entah kenapa, orang Minang lebih suka mengirim anaknya sekolah di Bandung daripada ke kota lain, Seperti ada love affair antara Minangkabau dan tanah Parhyangan..  - aku salah satu dari orang Bandung yang sekarang mempunyai pasangan hidup orang Minang yang dulu merantau untuk menuntut ilmu di Bandung . ..untuk love affair ..amin  :D

- Kesamaan selera cemilan dengan Arif dan kawan-kawan yaitu.. kacang Sukro. Bahkan ketika menyelesaikan membaca buku ini juga sambil makan kacang sukro...kriuk..

Man jadda Wajada!..kriuk..kriuk..


read in 2009

2 komentar:

  1. Eeeeh, rupanya mbak Nanny beredar juga di blog. Udah baca yang Ranah 3 warna? Aku beli aja belum sempat

    BalasHapus
  2. Nurul apa kabar ?
    Ranah 3 Warna sy sdh pesan dan baru datang, kan kemaren ada discountnya di GR - Nurul sdh lama ga nengok GR ya.
    tmakasih ya sdh mampir :D

    BalasHapus