view of Pacet Village

12 November 2014

Bahagia itu Sederhana

Bersyukur campur terharu perasaan saat itu..ketika sedang berjalan menuju super market di depan komplek rumah, tiba-tiba  ada yg berteriak memanggil-manggil  namaku. Berhenti di sampingku sebuah angkot dan pengemudi angkot yang masih muda itu tertawa lebar melihatku, setelah kuamati ternyata dia adalah Eko. Sudah lama tidak melihatnya tapi karena situasi yang tidak memungkinkan kami hanya saling menyapa sebentar sebelum dia melanjutkan 'tugas' dengan angkotnya.

Beberapa tahun yang lalu aku bersama beberapa teman pernah mengajar dan mendidik Eko dan teman-temanya di rumah". Mereka adalah anak-anak yang sebagian besar waktunya menggelandang di jalan, biasa disebut anak jalanan. Waktu itu  mereka anak-anak seusia SD bahkan ada yang lebih kecil lagi karena ada yang mengemis sambil membawa adiknya. Menurut pengamatanku faktor yang menyebabkan mereka turun ke jalan selain karena  faktor tekanan ekonomi, rata-rata mereka  adalah keluarga yang tidak utuh atau broken home, ada yang utuh mempunyai ibu-bapak tapi salah satu nya entah ibu atau bapak adalah ibu tiri/bapak tiri.
Selain memberi pelajaran dasar aku selalu menanamkan rasa malu untuk jadi pengemis (lebih baik jadi pemulung karena ada unsur usahanya), dan menasihati agar selalu berbuat yang tidak merugikan orang. Walaupun pada awalnya susah karena penghasilan sebagai pengemis jauh lebih besar dari pada pemulung, penyemir sapatu atau pengamen, juga dimarahi ibunya karena setoran kurang, tapi lambat laun ada perasaan malu untuk mengemis terutama pada anak yang lebih besar.

Setelah beranjak besar mereka hidup terpencar tapi beberapa di antara mereka masih sering datang ke rumah minta makan sambil bermain atau sekedar curhat. Setiap datang aku selalu meminta mereka untuk bercerita apa yang dilakukan atau dirasakan mereka. Biasanya mereka bercerita dengan antusias saling berebut dan mengadu tentang kelakuan teman mereka atau perlakuan yang mereka terima dari orang sekitarnya, ya mereka butuh tempat untuk curhat. 
Di antara mereka ada yg telah 'berdamai' dengan orang tua berhasil melanjutkan sekolah, sedang anak perempuan ada yang telah menikah,  dan  Eko termasuk anak yang paling 'nakal' di antara temannya, biarpun  belum dewasa tapi   pahitnya  kehidupan sudah dia rasakan, pengalamannya sudah banyak.
Kini walaupun 'sekedar' sopir angkot, dia telah berhasil mengangkat harga dirinya tidak menjadi pengemis atau pencopet.

Mudah-mudahan dia dapat melanjutkan hidupnya dengan lebih baik lagi... semoga!